SELAMAT DATANG

Selamat datang di blog saya, semoga anda diberkati, Tuhan Yesus mengasihi anda.
Jika membutuhkan pelayanan saya silahkan menghubungi email dave_kandar@yahoo.com; atau Hp. 0813-6409-5029.

Tentang saya

My photo
Pelayanan di Gereja Methodist Indonesia (GMI) Getsemani Binjai Sumatera Utara sebagai asistan gembala sidang dan gembala Pos Pelayanan di Brahrang (2004-2011). Gembala Sidang GMI Damai Sejahtera Jakarta Barat (2011-2013). Asistan gembala sidang di GMI Anugerah Batam (2013-2014). Gembala Sidang GMI Kana Marelan (2014-2015). Pimpinan Perguruan PKMI Methodist-10 TK-SD-SMP Belawan (2015-2018). Asistan Pimpinan Jemaat GMI Kanaan Medan (2018-2019). Pimpinan Perguruan PKMI 2 Kisaran Asahan (2019-2021). Gembala Sidang GMI Kanaan Medan (2021-2022). Pimpinan Perguruan PKMI Pangkalan Brandan dan Gembala Sidang GMI Pangkalan Brandan (2022- sekarang) Tinggal di Pangkalan Brandan Langkat dan melayani bersama istri Pdt. Delima Li En dan dikaruniai seorang anak Daud Kharis Delvidson Kandar.

Blog Archive

Wednesday, May 6, 2015

DOKTRIN DAN ETIKA METHODIST



BAB I.
PENDAHULUAN
           
            Pemahaman akan etika tidak akan terlepas dari pemahaman akan doktrin, bahkan etika adalah perwujudan dari praktek doktrin itu sendiri. Verkuyl menuliskan bahwa Etika Kristen tidak dapat terlepas dari dogmatika, bahkan etika termasuk dalam dogmatika.[1] Bahkan Yesus ketika Ia berada di dalam dunia, Ia bukan hanya mengajarkan tentang pengajaran doktrin saja, tetapi Yesus sendiri menerapkan doktrin tersebut menjadi sebuah etika dalam kehidupan.  Yesus mengajarkan banyak hal yang menjadi teladan bagi umatNya, yang melihat, mendengar, dan merasakannya, termasuk orang-orang Yahudi pada saat itu. Pola pengajaran Yesus saat itu berasal dari hukum Musa (Taurat) yang  berlandaskan kepada kehendak Allah.
            Doktrin adalah sebuah pengajaran, doktrin dapat dipahami sebagai sistem dari sebuah agama, atau aksi dan isi dari sebuah ajaran. Misalkan doktrin Alkitab adalah sebuah aksi dan isi dari sebuah ajaran yang bersumber dari Alkitab. Sedangkan Etika adalah berasal dari bahasa Yuhani ethos  yang diartikan sebagai suatu kebiasaan, adat.[2]
Jadi Etika Kristen adalah sebuah kebiasaan atau adat yang bersumber dari pengajaran Kristen. 
            Mengenai doktrin dan etika Methodist, adalah suatu pengajaran yang diterapkan menjadi sebuah kebiasaan, adat dalam kehidupan orang–orang Methodist. Tentunya sumber dari doktrin dan etika yang berasal dari pengajaran John Wesley.
Dengan kata lain justru Methodist lebih memberikan penekanan besar kepada etika dibandingkan doktrin, tetapi bukan berarti doktrin tidak penting, Campbell menuliskan bahwa : Methodist doctrine has consistently included moral as well as theological affirmation, and methodist membership was based largely on ethical , not doctrinal, test.[3]
            John Wesley adalah seorang pendeta gereja Anglikan di Inggris, yang mencetuskan suatu gerakan dengan nama Methodist. Dalam gerakannya, John Wesley menekankan bagaimana sebuah pengalaman iman menjadi sebuah perwujudan dari iman yang dimilikinya. Dan bagaimana iman itu terwujud di dalam kehidupan.
John Wesley memahami bahwa agama tidak akan berdampak jika tidak di jalani oleh orang- orang dalam kehidupan mereka, ketika seseorang memungkinkan kehadiran transformasi Allah dalam kehidupan mereka, dia akan menciptakan kembali orang dari dalam keluar.
John Wesley memahami bahwa agama dan ajarannya (doktrin) digambarkan sebagai “seseorang yang berpaling keluar kepada orang lain”[4]. John Wesley menuliskan bahwa “Tidak ada kekudusan, namun kekudusan sosial”,  artinya agama yang berkembang dari dalam hati akan merembes keluar ke setiap bidang kehidupan seseorang, karena mereka menanggapi panggilan untuk saling mengasihi sebagaimana Allah telah mengasihi mereka. [5]
            Inilah inti dari doktrin dan etika John Wesley, bahwa doktrin atau pengajaran sebuah agama, termasuk pengajaran akan Alkitab, serta pemahaman akan pentingnya komunitas Kristen (termasuk Methodis awal) membentuk individu yang mempengaruhi reformasi dan transformasi sosial, mengubah masyarakat dalam tatanan dan prilaku sosial yang bersumber dari dalam kehidupan ke-Kristenan.
            Maka dari pemahaman akan doktrin dan etika, termasuk di dalamnya prinsip-prinsip John Wesley, maka dalam tulisan ini akan diuraikan  bagaimana pergerakan John Wesley dalam pengajarannya memberikan dampak bagi tatanan masyarakat Inggris pada saat itu, dan sampai kepada bertumbuhnya Methodist masa kini di dalam dunia ini.











BAB II.
DOKTRIN DAN ETIKA METHODIST

            Momentum dari roda pergerakan pelayanan John Wesley adalah berawal dari keraguannya akan kepastian keselamatan, walaupun pada saat itu beliau adalah seorang pendeta gereja Anglikan. Tetapi pertemuannya dengan orang-orang Jerman dari  Morivia di daratan Eropa dalam perjalanannya menuju Gorgia 14 Oktober 1735 telah mengubahkan kehidupannya. Ketenangan hati bangsa Morivian dalam bahaya maut ketika kapalnya sudah terombang ambingkan oleh topan membuat John Wesley menyadari berdasarkan dari  jawaban sekelompok Morivian itu bahwa ketenangan hatinya karena kepercayaan mereka akan Kristus.[6]
Kelanjutan dari momentum ini, John Wesley mengalami kebimbangan yang sangat mendalam akan kehidupan kerohaniannya ditambah lagi ketika John Wesley  pada tanggal 21 Mei 1738 mendengar bahwa adiknya Charles Wesley sudah menerima keselamatan dan kedamaian dalam jiwanya, tapi John Wesley masih menanti-nantikan, maka pada tanggal 24 Mei 1738, dalam peristiwa Aldersgate, ini adalah puncak perubahan John Wesley dalam memahami tentang anugerah keselamatan dari Allah, ketenangan dan kedamaian dengan Tuhan. [7] Dan ini adalah momentum kedua John Wesley mengalami pembaharuan melalui peristiwa Aldersgate.[8]
Dari kedua melalui momentum di atas, bukan hanya pribadinya, tetapi pelayanannya, pengajarannya mengalami suatu perubahan ke arah pergerakan yang akhirnya menjadi pergerakan Methodist, cikal bakal dari Gereja Methodist.
           
II.1.     John Wesley  dalam transformasi pengajaran doktrinal dan pengajaran etika kehidupan pada jamannya.
Perubahan paradigma dan terutama didasari akan pertobatan, membawa kepada perubahan cara memandang pelayanan dalam lingkup yang lebih luas. John Wesley ketika itu pun mengalami hal yang sama, ketika beliau melihat kondisi pelayanan Gereja Anglikan yang eklusif bagi kalangan bangsawan dan kerajaan (kaum feodal), maka beliau lebih memilih untuk  memperhatikan dan melayani  kaum menengah ke bawah yang adalah para buruh dan pekerja kasar yang tidak tersentuh dengan optimal oleh  pelayanan gereja Anglikan.
Oleh karena itu, John Wesley lebih mengarahkan pandangan pelayanan kepada jiwa- jiwa yang harus diselamatkan dari golongan tersebut, pelayanan John Wesley berkembang, menjangkau setiap lapisan masyarakat, terutama lapisan masyarakat kelas bahwa yang pada saat itu terabaikan oleh gereja Anglikan.[9]
            Pergerakan Methodist awal, yang dimotori oleh John Wesley menarik minat masyarakat saat itu. Bahkan yang pada mulanya John Wesley ragu apakah berkhotbah kepada golongan menengah kebawah ditanah lapang bertentangan dengan Injil, tetapi menyadari bahwa hasilnya sangat efektif, maka John Wesley melanjutkan cara ini, ditambah lagi dengan cara pelayanan kepada wilayah pelayanan sosial praktis. Seperti John Lunn dalam artikel nya mengutip Marquardt, menuliskan:
Marguardt begins  by examining several areas of John Wesley’s social praxis. The include slavery, economics and ethics, his work on aid to the poor, prison  reform, and education. One of Wesley’s greatest strengths was his ability to organize. The Methodist Societies were established to provide forums in which the member s could help one another in living the Christian life, and in which they could more effectively engage in social action.[10]

            Khotbah-khotbah John Wesley menarik minat masyarakat pada saat itu yang haus akan Firman Tuhan. Robert L. Tobing dalam bukunya menuliskan bahwa :
“Dia tidak mengkhotbahkan doktrin atau pengajaran yang baru, tapi dia menyampaikan kepada pendengarnya pengajaran-pengajaran dasariah tetapi yang sudah lama dilupakan oleh gereja. Yaitu: Pentingnya iman kepada Yesus Kristus untuk keselamatan, pengampunan dosa, pembenaran oleh anugerah, kelahiran baru, kesucian hidup, dan kesaksian Roh.”[11]
                                                                     
Selain itu, kepada pengikutnya (holy club) pada awal pergerakan ini John Wesley mengajarkan bahwa semua orang yang tergabung dalam club  ini harus hidup suci dalam arti taat kepada hukum-hukum Allah, teratur dan berdisiplin tinggi dalam hidup.[12] Dan di dalam kegiatan Holy Club  itu sendiri ada penelaahan Alkitab, diskusi, perjamuan kudus setiap minggu, puasa sehari seminggu, dan melibatkan diri dalam kegiatan sosial seperti menolong masyarakat terutama orang-orang miskin dan melayani penjara-penjara dan lain sebagainya.[13]
Inilah perwujudan dari penerapan doktrin yang diajarkan John Wesley dalam etika, atau kata lainnya awal dari doktrin dan etika dipahami dan diterapkan dalam pergerakan ke-Methodist-an. Bahkan dalam bukunya Pollock menjelaskan bahwa John Wesley sangat menerapkan moralitas yang tinggi dan proses spiritual pada gerakan Methodist awal.
Pollock menuliskan “Wesley Puzzled how to ensure that all Methodists could be kept to the high morality and unceasing spiritual progress which are among the mark o Christ’s true disciples.”[14]
            Theologia John Wesley (Baca: Doktrin Methodist), itulah yang mendasari munculnya etika sosial Methodist. Bahkan John Wesley menolak gagasan predistinasi, dengan alasan bahwa kematian penebusan Kristus dan kebangkitanNya yang tersedia untuk semua orang, yang menyimpulkan bahwa orang kaya tidak kaya karena pemilihan Allah dan orang miskin tidak miskin karena penolakan Allah.[15]
Bahkan lebih lanjut John Wesley memberikan pemahaman tentang pembenaran (Justification) yang tidak hanya bertujuan untuk percaya, tetapi setiap inividu yang diproses dalam pembenaran diperbaharui dan proses penyucian (Santification)   pun dimulai.[16]
Dan bagian penting dari pengudusan adalah mengikuti teladan Kristus dan mengasihi sesama seperti diri sendiri yang tujuannya adalah suatu pembaharuan yang menyeluruh dari dalam orang percaya, dan pembaharuan masyarakat melalui tindakan orang percaya.[17]
            Dalam perwujudannya di masyarakat, John Wesley menerapkan transformasi pengajaran dengan satu tujuan bahwa kasih Allah yang dipahami oleh kelompok (Holy Club) pada saat itu, menjadi kasih Allah untuk Tuhan dan sesama.
Dia tidak mendesak perubahan struktural dalam masyarakat maupun  pemerintahan, atau mendesak adanya undang-undang khusus.  Karena Wesley percaya bahwa kewenangan pemerintah berasal dari Allah dan bukan dari orang-orang. Bagi John Wesley perubahan terjadi dalam tatanan masyarakat, jika orang percaya mengalami transformasi kehidupan, karena bagi  beliau agama tidak berdampak, yang berdampak adalah bagaimana orang-orang menjalani hidup mereka dari hari ke hari. Transformasi kehidupan dari pengajaran yang diterapkan dalam kehidupan, memungkinkan transformasi Allah hadir dalam kehidupan pribadi kepada masyarakat secara luas.

II. 2.  Doktrin dan Etika John Wesley serta pengaruhnya dalam transformasi kehidupan masyarakat Inggris secara luas.
            Tatanan kehidupan masyarakat Inggris pada masa John Wesley, sehubungan dengan sistem pemerintahan monarki kerajaan dan pola kehidupan keagamaan yang didominasi oleh gereja Anglikan sebagai gereja kerajaan memiliki pengaruh yang kuat dalam mengawali gerakan pembaharuan John Wesley dalam kehidupan spiritualitas dan keagamaan.
            John Wesley di Inggris hidup di masa terjadi adanya pembagian kelas ekonomi, yaitu bangsawan, kelas menengah, dan kelas bawah. Ditambah lagi kesenjangan sosial yang terjadi pada saat itu antara kelas bawah dan menengah, kesenjangan ini dipengarahui oleh sistem ekonomi industry dan revolusi industry yang terjadi pada saat itu.  Wesley melihat ketimpangan dalam kehidupan masyarakat sosial di Inggris pada saat itu. Dimana ada sekelompok orang memperkaya dirinya dan sebagian lain hidup dalam kemiskinan.[18]
Di luar dari pengalaman iman pribadi John Wesley yang sudah dijelaskan dalam bagian II.1., sebagai suatu sistem monarki Kerajaan, Inggris menerapkan sistem pemerintahan yang absolut yang mempengaruhi sistem gereja Anglikan sebagai gereja kerajaan. Oleh karena itu gerakan John Wesley boleh dikatakan gerakan yang mendominasi perbedaan yang jelas antara pengaruh pelayanan gereja Anglikan dalam lingkup para pembesar kerajaan dan para bangsawan, dan pengaruh gerakan John Wesley yang menjangkau kalangan menengah ke bawah.  Selain itu juga kehidupan beragama di Inggris pada permulaan abad 18 sangat lemah, Inggris waktu itu sudah memperluas daerah jajahannya di berbagai tempat didunia.  Di berbagai benua ada jajahan Inggris, yang menimbulkan masalah hutang bagi Inggris untuk modal perang.[19] Di samping itu moralitas orang-orang Inggris sangat rendah, kaum petinggi/ feodal memiliki etiket yang ketat tapi penuh kemunafikan. Rakyat jelata yang tidak pernah ke gereja berperangai buruk, hukum sangat keras, tapi prakteknya tidak jujur. [20] 
Di sisi lain, gerakan John Wesley juga dipengaruhi gerakan pietisme yang merebak di kalangan Eropa Barat yang lahir pada abad 17 sebagai reaksi yang bukan hanya atas gereja Anglikan, tetapi juga Lutheran dan Calvinis (reformed) yang semakin kaku, dingin, tidak bergairah dan kurang menghargai manusia sebagai pribadi. Pada waktu itu umat merindukan sentuhan yang lebih mesra, spontan dan personal.[21]
           Dan gerakan yang dilakukan John Wesley menjawab kebutuhan akan penjangkauan kelas marginal[22] tersebut. Sehingga melalui respon yang ada, gerakan yang dipelopori John Wesley sangat cepat ditanggapi oleh masyarakat Inggris pada saat itu. 
            Melalui pengajarannya akan kesucian hidup (Individual Holiness), dan melalui penjangkauan atas kalangan marginal serta melalui pembentukan kelompok-kelompok penelaahan Alkitab, membentuk suatu komunitas hidup yang berdasarkan atas pengajaran John Wesley yang menekankan akan pentingnya Individual holiness menjadi Social Holinnes.
Seperti yang dijelaskan Campbell bahwa komunitas Kristen inilah yang menekankan tentang etika Methodist, karena komunitas ini tidak hanya berdoa dan belajar Alkitab :        
One further aspect o Methodist ethos within the Christian community was participation in small groups , the first being Methodist “societies” which by the mind 1940s had been subvided into more intimate “classes”. It is cricitally importantto realize that these groups met not only for prayer and Bible study but especially for the exercise of accountable discipleship. The preface general rules explains the origins of these groups and place the ethical material o the Rules in the context in which they were lived by Methodists.[23]

            Inti pengajaran atau doktrin ini yang dijelaskan dalam poin sebelumnya, yang menjadi dasar akan etika kehidupan Methodist dalam perwujudannya di masyarakat yang membawa pembaharuan bagi masyarakat Inggris, dimana pelayanan yang dulunya terabaikan oleh gereja Anglikan, terwujud melalui gerakan John Wesley yang disebut akhirnya menjadi Methodist sebagai sebuah gerakan saat itu.

II.2.A. Pengajaran John Wesles dan bentuk pengajaran kepada orang-orang   Inggris pada saat itu beserta dampaknya,
            Gerakan Methodist sendiri, adalah suatu kelompok yang awalnya adalah kelompok semacam penelahaan Alkitab yang berkembang menjadi kelompok yang memperhatikan sesama. Memperdulikan sesama sebagai wujud kasih Allah yang diajarkan dan teraplikasi melalui kehidupan sehari-hari para pengikutnya. Atau dengan kata lain, John Wesley dia tidak mengkhotbahkan doktrin atau pengajaran yang baru kepada para pendengarnya, tetapi dia menyampaikan pengajaran-pengajaran  dasariah  yang sudah lama dilupakan gereja. Yaitu pentingnya iman kepada Yesus Kristus untuk keselamatan, pengampunan dosa, pembenaran oleh anugerah, kelahiran baru, kesucian hidup dan kesaksian roh.[24]
Perkumpulan-perkumpulan tersebut, lebih lanjut, dipecah menjadi kelas-kelas rekanan dan kelompok-kelompok doa. Organisasi rumit yang dicap Methodist ini membantu gerakan itu bertahan. Wesley bersaudara tidak berniat berpisah dari Anglikan. Sesungguhnya mereka ingin melihat pembaharuan berlangsung dari dalam gereja, perpecahan itu berlangsung pelan. Ketika pada tahun 1784 John mempersiapkan kelanjutan Methodist setelah kematiannya, Charles tidak menyetujui perpecahan itu. Meskipun berada di bawah bayang-bayang kakaknya, Charles pun punya andil yang cukup besar dalam Methodist. Ia sangat dikenal akan kidungnya, termasuk "O for a Thousand Tongues", "And Can It Be?" dan "Hark the Herald Angels Sing". Tidak seperti gereja Anglikan yang selalu terikat pada Mazmur, dari awal para Methodist merupakan gerakan bernyanyi, sebagian besar karena Charles yang berbakat dalam menyusun kata-kata. Methodist telah mengubah masyarakat Inggris dengan perlahan.[25]
Meskipun setia pada status quo politik, Methodist telah membangkitkan semangat liberal yang membawa Inggris ke keadaan yang lebih baik. Banyak sejarawan memuji orang-orang Methodist karena tidak memicu revolusi berdarah seperti yang dialami orang Perancis pada akhir abad kedelapan belas. Inilah yang menghasilkan dampak dari doktrin atau pengajaran John Wesley mempengaruhi etika kehidupan Inggris pada saat itu.
                      Etika pengajaran John Wesley dalam pekumpulan-perkumpulan di dasari dalam bentuk pengajarannya yang memberikan arah baru dalam yang berbeda dengan ajaran pembaharuan  reformed dan juga berbeda dengan Armenian klasik. Ajaran John Wesley yang berdampak kepada masyarakat Inggris secara luas didasari akan pengajaran tentang dosa asal (original sin),[26] dan pentingnya kasih karunia yang tidak berkesudahan (salvation).
 Ajaran ini berbeda dengan ajaran yang sudah ada, John Wesley memberikan pemahaman bahwa orang yang sudah memiliki Roh Kudus berkemampuan untuk memberikan respon kepada Allah. Wesley menolak konsep kaum pembaharuan mengenai pilihan (election). Jadi ia menggabungkan ajaran kaum pembaharuan tentang keberdosaan manusia secara total dengan keutamaan kasih karunia dari Armineanisme yang membela kehendak bebas manusia (human freedom), dan kewajiban moral.[27]
Oleh karena itu, jika kita mengamati bentuk ajaran John Wesley, terutama berkenaan dengan kewajiban moral sebagai perwujudan dari kehidupan orang percaya, maka ini sangat membuktikan bahwa ajaran ini mendukung dengan berhasilnya gerakan Methodist mempengaruhi transformasi di Inggris secara luas.

II.3. Doktrin dan etika Methodist dan penerapannya dalam konteks Methodist pada masa kini dalam Gereja Methodist Indonesia
                      Berbeda jaman berbeda keadaan, berbeda daerah berbeda kebudayaan, berbeda tantangan dan masalah berbeda penanganan, konsep inilah yang sering dipakai dalam memandang kontekstualitas suatu doktrin dalam penerapannya. Bagaimanakah dengan doktrin dan etika John Wesley dalam penerapannya pada masa kini dan implikasinya. Ini yang akan dijabarkan dalam bagian ini.
                      Jika dalam konteks John Wesley, termasuk Charles Wesley maupun rekan-rekan sekerja mereka seperti Francis Asbury dan George Whitefield lahir dalam masyarakat majemuk di Inggris. Yang dimaksud dalam masyarakat majemuk di Inggris adalah kemajemukan di bidang : Suku bangsa. Inggris terdiri dari suku bangsa Anglo-Saxon, Scotlandia, Celtik dan Irlandia bahkan termasuk orang-orang Yahudi, Agama yang resmi diakui pada masa John Wesley adalah Agama Kristen aliran Anglican, gereja dimana Wesley bersaudara adalah pendetanya. Tetapi juga kelompok Calvinis (Kaum Puritan) juga cukup kuat, ada juga Roma Katolik, Baptis, Yahudi bahkan Unitarian (pengikut Arius yang menolak Yesus Kristus adalah Allah), serta Deis (mengajarkan Allah tidak ikut campur di dunia tetapi hanya memberikan hukum alam dan hukum moral).
Secara politik, John Wesley seorang pengikut setia partai Torry yang pro-raja. Namun pengikut John Wesley yang setia tidak otomatis adalah para pendukung Partai Torry yang pro Raja juga. Dengan kata lain Wesley bersaudara bukanlah orang asing terhadap keragaman yang ada dalam masyarakat, karena di satu sisi walaupun agama Kristen adalah dominan di Inggris pada waktu itu, ia terpecah menjadi berbagai aliran yang masing-masing memandang dirinya yang paling benar dan aliran lain adalah sempalan.
Gereja Inggris (Anglikan) sebagai Gereja Negara memiliki keuntungan berupa pengakuan sebagai satu-satunya agama resmi di Inggris. Hal ini juga yang menyebabkan kata Gereja (Church) hanya boleh digunakan untuk menyebut bangunan Gereja Anglikan, sedangkan aliran lain termasuk Perkumpulan Methodist (Methodist Society) waktu itu menyebut bangunan tempat ibadah mereka sebagai Kapel (Chapel) walaupun bentuk bangunannya megah.
            Sejak masa mudanya Pdt. Samuel Wesley, ayah John Wesley menginginkan agar puteranya John menggantikan dia melayani di tempat pelayanannya, namun John Wesley menginginkan menjadi seorang misionaris. Sejak masa kuliahnya di Oxford John telah berkenalan dengan buku-buku yang mengajarkan untuk hidup kudus seperti dari buku karangan William Law yang Calvinis maupun Thomas Kempis seorang rahib Roma Katolik. Selama di Oxford juga terbentuklah kelompok studi yang mengalami kemajuan pesat dibawah pimpinan John Wesley yang dikenal dengan nama “Methodist” karena kedisiplinan mereka atau keteraturan mereka (“method’ – teratur, memakai metode). Bagi John, kesempatan untuk dapat hidup kudus terutama didapat dengan menjadi seorang misionaris untuk menginjili suku-suku Indian di Amerika yang masih “murni”. Dalam hal ini John terpengaruh semangat zamannya yang memandang suku-suku “primitif” sebagai manusia-manusia yang tidak serakah seperti manusia Barat ataupun “dunia beradab” dengan agama-agama besar lainnya, hal ini misalnya tercermin dalam novel Voltaire yang berjudul “Si Lugu”. John Wesley yakin ia dapat menginjili orang-orang ini dan membentuk suatu masyarakat yang hidup kudus seperti “primitive Christians” (orang-orang Kristen mula-mula) yang ia idealkan. Kerinduan John untuk menginjili juga berkaitan dengan pemahaman yang ia anut pada waktu itu bahwa keselamatan harus diraih melalui perbuatan baik bagi orang Kristen.
Setelah terjun dan berjumpa langsung dengan orang-orang Indian Amerika di Georgia Wesley membuang pandangan sangat positifnya terhadap agama suku (Indian) yang ternyata pendapatnya itu dipengaruhi semangat Deisme (paham yang mengatakan Allah tidak turut serta mengatur dunia setelah menciptakan dunia dan memberi hukum alam). Bahkan Wesley menyebut agama suku (Indian) yang ia terima sebagai bersifat kuasa gelap.[28]
            Tetapi misi tersebut membuatnya bimbang, Wesley masih diliputi keraguan, dalam buku hariannya dia menuliskan “Sekarang sudah hampir dua tahun empat bulan sejak saya tinggalkan tanah air ini untuk mengajar orang-orang Indian di Georgia tentang apa itu Ke Kristenan. Tetapi apa yang saya lakukan selama ini? kenapa saya pergi ke Amerika untuk membuat orang lain bertobat, saya sendiri belum bertobat kepada Tuhan?”.[29]
Kesimpulan yang dapat kita ambil terhadap masa pelayanan Wesley sebagai misionaris yang diutus ke Georgia adalah John Wesley walau merasa gagal sebagai seorang misionaris, gagal melihat “kemurnian” orang Indian sebagai bangsa primitif yang murni sesuai anggapan umum masa itu, namun “berhasil” meyakinkan dirinya sendiri akan pentingnya berita Injil Kristus disampaikan kepada orang-orang yang semuanya telah jatuh ke dalam kuasa dosa. Dengan membandingkan kehidupan orang-orang kafir (terutama suku Indian di Georgia) dengan kehidupan orang-orang Eropa yang sudah Kristen,
John Wesley menyadari perlunya orang-orang Eropa ini dikristenkan kembali dalam arti orang-orang Kristen harus belajar bertumbuh dalam disiplin rohani untuk menjadi orang Kristen yang sesungguhnya. Inilah sesungguhnya konsep yang dimiliki John Wesley dalam pelayanannya sehingga ia kembali ke Inggris dan memulai pergerakannya.
Seperti di awal bagian ini, bahwa beda jaman metode dapat berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman namun inti keyakinan tetapi sama seperti manusia yang memakai baju bergonta-ganti sesuai mode atau trend namun tetap tidak membuatnya menjadi makhluk asing.
Teologi Methodist atau Wesleyan pada awalnya lebih terpusat pada satu orang yakni John Wesley, walau ada orang-orang lain disekitar yang juga berpengaruh seperti Charles, Fletcher, Coke, Asbury, Whitefield hingga generasi kedua awal seperti Adam Clarke.
Namun dengan sistem yang dibangun oleh John yang akhirnya kita kenal sebagai Konferensi Tahunan dan Konferensi Agung, kita diingatkan bahwa keputusan yang diambil adalah tanggungjawab bersama dan harus dipertanggungjawabkan. Karenanya tidaklah mudah sebenarnya bagi orang Methodist untuk merubah dan melenceng dari dasar yang telah ditetapkan semenjak masa John Wesley apalagi dari dasar yang diletakkan para Rasul Kristus mula-mula.  Sehingga dalam pelaksanaan nya gereja Methodist seharusnya bisa  tetap berada pada jalurnya, dalam menerapkan pengajaran John Wesley di kehidupan jemaat Methodist termasuk dalam masalah-masalah kehidupan yang dialami.
            Masalah-masalah yang berhubungan dengan etika yang dihadapi gereja pada masa kini semakin kompleks. Masalah yang berhubungan dengan “uang” (baca: Korupsi dan lain sebagainya), sudah merambah masuk ke dalam sistem pelayanan sekalipun. Masalah i-moralitas, seperti poligami, seksualitas berkenaan dengan homoseksual, dan lesbian, masalah transgender, dan lain sebagainya.[30] Juga masalah-masalah yang berhubungan dengan masyarakat serta tatanan hidup di dalamnya seperti kemiskinan yang tentunya bersangkut paut erat dengan kehidupan sosial secara umum, seperti kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya. Jika kita memandang ini adalah masalah masyarakat, tentunya ini adalah masalah bagi gereja juga, karena gereja ada dalam masyarakat dan jemaat adalah bagian dari masyarakat secara luas.
Bagaimana gereja secara khusus methodist mengamati serta campur tangan dalam hal ini sebagai pengejawantahan  atau perwujudan dari teladan mula-mula dari pergerakan John Wesley di Inggris yang memperhatikan kaum menengah ke bawah (marginal).
            Mengambil contoh tentang korupsi (berbicara tentang uang), John Wesley sudah mengajarkan dalam pengajarannya seperti : “Berilah sebanyak banyaknya”, dan tentunya untuk memberi sebanyak-banyaknya kita perlu memperoleh sebanyak mungkin ( Gail all you can-peroleh sebanyak-banyaknya) tentunya dengan memperoleh secara benar, hal ini berkaitan dengan cara hidup, John Wesley juga mengajarkan agar tidak boros dan secara tidak bertanggung jawab menghambur-hamburkan apa yang diperoleh. Itu sebabnya John Wesley mengatakan “Save all you can”. Pengertian save disini bukan berarti menabung, arti yang tepat ialah “berhemat”.[31]
Jika kita mengamati ajaran dari John Wesley ini, maka ini mengajarkan bagaimana kita mengatur uang, mengatur berkat atau pendapatan yang kita peroleh. Memberi sebanyak- banyaknya untuk keperluan orang yang membutuhkan.
Mengutip Campbell menjelaskan hal yang sama tentang hal ini: “Manny Methodists aware of John Wesley’s sermon on “The use of money”, in which he encouraged Methodist to “gain all you can”, “save all you can”, and “give all you can”.[32]
            Dan tentang permasalahan etika yang lain yang menyangkut permasalahan masa kini, yaitu yang menyangkut personal morality  yang sangat penting dalam etika Methodist adalah pernyataan doktrin yang berkenaan, selain mengenai moral seksual, pernikahan kembali dalam status penerimaan dalam pemerintahan gereja.
Dalam personal morality  methodist berfokus pada pedoman general rules seperti salah satu contohnya adalah  tentang personal morality yang sederhana mengenai cara berpakaian  di kutip dari Campbell:
Yet another area of personal morality with which Methodists were concerned had to do with the manner in which one dressed. Thus, the General Rules  forbid “what we know is not  for the glory og God, as: The putting on the gold and costly apparel.” Methodists emphasized simplicity of dress not only  because dress might be sexually, suggestive  but also because the considered ornate dress to be an entance o improper stewardship, that is,an abuse o property. Thus along with extravagance is dress the general rules also forbid “softness and needless self-indulgance”. [33]

Dan berbagai  hal lainnya yang menyangkut tentang kehidupan Kristen termasuk di dalamnya hal hal mengenai etika kehidupan dalam jemaat . Sebenarnya Gereja Methodist, khususnya Gereja Methodist Indonesia sudah memiliki aturan yang dikenal dengan “Etika kehidupan orang Methodist” yang di dalamnya mengatur hubungan dan aturan serta konsekuensi yang ada. Konsekuensinya seperti dikutip dalam “Etika Kehidupan orang Methodist” seperti demikian:

            “Jika salah seorang diantara kita tidak mematuhinya atau dengan sengaja melanggar salah satu diantaranya, haruslah soal itu diberitahukan kepada Pimpinan Jemaat, sehingga mereka mengerti  bahwa orang yang berbuat salah itu dipertanggungjawabkan kepada Pimpinan Jemaat tersebut. Kita memberikan kesempatan kepadanya untuk menyadari kesalahannya. Tetapi jika dia tidak bertobat atau berubah, maka dikeluarkan dari persekutuan. Hal ini berarti kita telah melepaskan diri dari pertanggung jawaban terhadap orang tersebut.[34]

Oleh karena itu di tengah tantangan kehidupan orang percaya dalam Gereja Methodist Indonesia, seharusnya gereja, secara khusus hamba-hamba Tuhan kembali kepada prinsip John Wesley, menerapkan pengajaran yang seimbang dengan pengajaran etika (Methodist).  Seperti konsep John Wesley dalam uraian diatas kepada orang orang Eropa : “John Wesley menyadari perlunya orang-orang Eropa ini dikristenkan kembali dalam arti orang-orang Kristen harus belajar bertumbuh dalam disiplin rohani untuk menjadi orang Kristen yang sesungguhnya. Inilah sesungguhnya konsep yang dimiliki John Wesley dalam pelayanannya sehingga ia kembali ke Inggris dan memulai pergerakannya.”
Inilah kunci dari penerapan doktrin dan etika (pengajaran dogma dan etika) yang harus diterapkan dalam Gereja Methodist Indonesia ditengah tengah tantangan yang ada, yaitu meng-Kristen-kan kembali, dalam konsep yang sama yaitu, harus membuat orang Kristen (baca: Jemaat Methodist), bertumbuh  dalam disiplin rohani untuk menjadi Kristen yang sesungguhnya. Dan inilah tugas Gereja Methodist Indonesia yang utama, sehingga dengan “menjadi Kristen yang sesungguhnya”, etika kehidupan orang Methodist akan terlihat dan disaksikan oleh orang banyak, menjadi teladan dan menjadi berkat bagi kehidupan banyak orang.







BAB III
PENUTUP

Doktrin dan Etika khususnya dalam Methodist, keduanya menjadi hal yang utama dalam kehidupan pelayanan dalam pergerakan Methodist yang dipelopori oleh John Wesley.
Jika kembali kita memahami dan memberikan perhatian (concern) akan pemahaman diatas, maka seharusnya pergerakan Methodist dari awal mula, bahkan sampai saat ini seharusnya tetap membawa transformasi bagi dunia melalui pengajaran doktrin dan etika yang diajarkan serta diterapkan dalam kehidupan masyarakat.
Menjadi pergumulan dan pertanyaannya, apakah saat ini warga gereja Methodist, secara khusus Gereja Methodist Indonesia benar-benar menerapkan apa yang John Wesley lakukan dalam pergerakannya, mengajarkan doktrin, dan menerapkannya dalam kehidupan menjadi sebuah etika.
Beberapa hal kesimpulan dari uraian ini:
1.      Pergerakan John Wesley dapat meluas dan mentransformasi masyarakat Inggris pada saat itu, karena John Wesley menekankan etika dalam pergerakannya yang dipahami berdasarkan doktrin / pengajaran yang diajarkannya.
2.      John Wesley menekankan perubahan dan memberikan perhatian kepada masalah- masalah masyarakat Inggris pada saat itu yang diabaikan kerajaan dan gereja (Anglikan), penekanannya pada perubahan hidup. Ini yang menjadi kekuatan pergerakan methodist.
3.      Methodist saat ini (termasuk Gereja Methodist Indonesia) yang tentunya merindukan transformasi gereja, seharusnya menekankan hal yang sama seperti yang John Wesley tekankan dalam pergerakannya penekanannya bukan hanya pada doktrin semata, tetapi bagaimana etika kehidupan itu dapat diterapkan dan membawa transformasi bagi lingkungan sekitar, kehidupan sekitar, masyarakat sekitar dan dunia secara luas. Sehingga dengan demikian gereja dapat bertumbuh dan menjadi berkat bagi sesama.




[1]  J. Verkuyl, Etika Kristen Bagian Umum, (Jakarta; BPK Gunung Mulia, 2002), 17
[2]   Ibid, 1
[3]  Ted Campbell, Methodist Doctrine The Essential, ( Nashvile; Abingdon Press, 2011), 95
[4] John Wesley mewujudkan pesan Pdt, Samuel Wesley tentang the inward Witness, kesaksian dari dalam, itu bukti yang terkuat dari ke-Kristenan. Band. Robert L. Tobing, John Wesley dan pokok- pokok penting pengajarannya, (Medan; Cipta Sarana Mandiri, 2005), 14
[5]  Dennis Bratcher, John Wesley and “heart religion”, (http://www.crivoice.org/holyliving.html) di akses 7 April 2015.
[6]  Robert L. Tobing, John Wesley dan pokok-pokok penting pengajarannya, (Medan; Cipta Sarana Mandiri, 2005), 16-17.
[7]  Ibid,  27; Band. Ibid, 31
[8]  Band. John Pollock, Wesley The Preacher, (Eastbourne; Kingway Publication, 1989), 97-99
[9]  Sebelum Aldersgate, Wesley lebih berfokus  pada pekerjaan baik sebagai sarana untuk keselamatan, dan perbuatan baik adalah hasil dari keselamatan. Paska Aldersgate setidaknya John Wesley menekankan prioritas pembenaran oleh iman. (Post note)
[10]  John Lunn. John Wesley’s Social Ethic,( http://www.discoveraction.org), di akses 8 April 2015
[11]  Robert, L. Tobing, John Wesley…, 137
[12]  Inilah cikal bakal pergerakan John Wesley dalam keseimbangan pengajaran doktrin  dan etika yang di terapkan dalam pergerakannya. (Pos note), Band. Robert, L. Tobing, John Wesley…, 137; Band.  Tedd Campbell, Methodist Doctrine…, 98-99
[13]  Dinson Saragih, Amos dan John Wesley dalam praksis sosial, (Artikel dalam buku Kenangan REALITAS I, Komitment Pelayanan di tengah komunitas masyarakat plural, (Medan, REALITAS I, 2007), 21
[14]  John Pollock, Wesley The…, 164
[15] Band. Kenneth J Collins, The Theology of John WesleyHoly Love and the Shape of Grace”, (Nashville; Abingdon Press, 2007), 73,74,77.
[16]  Bandingkan Justification; Santification : Ibid, 170-171; 287
[17] Seperti dituliskan Pdt.Manimpan Hutasoit dalam artikel Spritual Wesleyan, beliau menuliskan bahwa kesucian hati heart holiness dan kesucian hidup life holiness  yang memberikan perhatian kepada sarana anugerah, dan sarana anugerah tersebut kemudian dijadikan general rules (pedoman hidup orang percaya).  Band. Manimpan Hutasoit, Pdt, Spiritual Wesleyan , (Bandar Baru; Artikel Ceramah Pembinaan Masa Percobaan Pendeta, BPLPJ), 5
[18]  Sahat M. Lumban Tobing, Model Kepemimpinan Episkopal, (Jakarta; BPK Gunung Mulia, 2003), 18
[19]  Ibid,  17
[20] Robert L. Tobing, John Wesley dan pokok-pokok…, 105
20------------,Gereja Methodist.(https://profilgereja.wordpress.com/denominasi-gereja/revival/methodist/#awal), di akses 15 April 2015.
[22] Marginal yang dimaksud disini adalah masyarakat Inggris dari kalangan menengah kebawah, kaum buruh tambang, kaum masyarakat miskin, dan masyarakat biasa.
[23]  Ted A. Campbell, Methodist Doctrine The….,  99-100
[24]  Robert L. Tobing, John Wesley dan pokok-pokok…, 137
[25]  ______________, 100 Peristiwa Penting dalam Sejarah Kristen, (www.sarapanpagi.org/100-peristiwa-penting-dalam-sejarah-kristen-vt15), di akses 16 Maret 2015
[26]  Kenneth J Collins, The Theology of John WesleyHoly…., 66
[27]  Band. Mack B. Stokes, Pokok-pokok Kepercayaan Methodist, (Singapore; WCRD Publisher and Books, 2014),   18
[28] Samuel Hutagalung,  Kasihilah sesamamu; Misi Methodist dalam masyarakat majemuk (artikel untuk penerbitan tulisan pendeta guru Injil distrik Kep. Riau tahun 2013) (https://www.facebook.com/gmisionjakarta/posts/578258832263826), di akses 21 April 2015
[29] Robert L. Tobing, John Wesley dan pokok-pokok…, 23 
[30] Kho Ho Peng, Application o John Wesley Holiness Theology in the 21st Century; Holiness as Purity, (Medan; dalam makalah seminar, November 2013).
[31]  Robert L. Tobing, John Wesley dan pokok-pokok…,147-148
[32]  Ted A. Campbell, Methodist Doctrine the , 102
[33]  Ibid, 102
[34]  ________________, Etika Kehidupan orang Methodist, (Medan; dikutip dari Almanak GMI, 2015), xiv

No comments: