Pembinaan di GMI Jemaat Elim-P Brayan; GI. David
Kandar (Kamis, 5 Mei 2015)
(Pemahaman akan pelayanan dan organisasi)
I.
PENDAHULUAN
Secara
umum dapat dipahami bahwa gereja ada di dunia ini untuk melaksanakan amanat
agung dari Tuhan Yesus Kristus.[1]
Gereja ada untuk melayani Tuhan dengan cara melayani sesama, baik di dalam
maupun di luar gereja.[2]
Dalam menjalankan fungsinya gereja memerlukan alat atau sarana untuk mengatur
dan mendukung kelancaran suatu pelayanan. Sarana atau alat yang mengatur dan
mendukung pelayanan yang utama di dasari pada Alkitab sebagai Firman Allah dan
yang kedua adalah sistem organisasi sebagai tata pelaksanaan (juklak) dalam menjalankan pelayanan agar
terarah, teratur dan maksimal.
Mengapa
diperlukan sebuah sistem atau aturan dalam organisasi sebuah pelayanan
(gereja). Dasar nya adalah 1) Karena Allah menyukai keteraturan, Allah
sendiripun melakukan segala sesuatu secara teratur, mulai dari penciptaan,
bahkan dalam perjanjian lama, pengaturan ke dua belas suku dan contoh contoh
lain yang dapat memahami bahwa Allah menyukai keteraturan. 2) Yesus pun memulai pelayanannya dengan
sistem, seperti memilih dan menetapkan dua belas murid, menetapkan murid murid
dalam bagian masing masing (Petrus, Yudas dll). 3) dan dasar secara umum bagi
saya dalam hal sistem adalah mengingat akan istilah “A Bad system can destroy good people” atau jika di terapkan ke dalam pelayanan
adalah “sistem yang tidak baik, merusakkan pelayanan yang baik sekalipun”.
Berkenaan
mengenai sistem, GMI secara khusus memahami pentingnya keseimbangan antara
pelayanan (di dasari utama Alkitab), dan sistem yang mengatur pelayanan (diibaratkan seperti rel). Maka munculah
istilah yang popular dalam GMI “Alkitab di tangan kanan, disiplin di tangan
kiri”. Yang dapat dipahami bahwa : “orang methodist pertama-tama mencintai
Alkitab, kemudian memahami disiplin”.[3]
Siapa yang memegang peranan
penting dalam GMI untuk pelaksanaan penerapan akan pentingnya disiplin dalam
mengatur pelayanan di GMI.
1)
Pendeta/ Guru Injil sebagai hamba Tuhan yang
ditempatkan[4]
sebagai episkopos / pengawas. Yang
bertugas sebagai penilik (pengawas), penjaga (pemelihara/ pengayom). Dalam dua
jalur tugas yaitu tugas Ke Imam-an (KPR 20:28), dan tugas organisasi (Titus
1:5-9).[5]
2)
Majelis jemaat, majelis adalah orang-orang
percaya yang sudah menjadi warga gereja, dipilih, diteguhkan untuk memangku tugas dan jabatan gerejawi .
Dan tidak ada seorang pun warga gereja yang dapat menjadi majelis gereja tanpa
dikehendaki oleh Allah dengan perantaraan dipilih, dipanggil, dan
diteguhkan. Dan tentunya dengan fungsi
untuk mewujudkan kebijaksanaan dan pelayanan gereja dengan ketentuan yang
diatur dalam aturan atau tata gereja yang berlaku[6]
(dalam hal ini GMI adalah Disiplin GMI yang berlaku).
Dalam GMI tugas dan tanggung jawab majelis jemaat
termakhtub dalam Disiplin GMI. Yang salah satu persyaratan untuk menjadi
majelis jemaat adalah anggota jemaat yang memahami disiplin GMI.[7]
Tujuan dari pengawasan, pelaksanaan sistem ini berjalan
dengan baik adalah agar identitas GMI dapat
terjaga dengan baik baik dari segi pengajaran
(Wesleyan),[8]
dan dari segi sistem organisasi. Apalagi saat ini GMI masih ada dalam bayang-bayang
krisis (krisis Theologia, krisis organisasi, krisis pelayanan).[9]
II.
MEMAHAMI ALKITAB DI TANGAN KANAN
DISIPLIN DI TANGAN KIRI
II.1. Mengapa
Alkitab di tangan kanan?
Bagi John Wesley (Methodist), Alkitab merupakan hal
yang paling utama dalam mendasari pelayanan dan pergerakan. Dari awal
pergerakannya Methodist lahir dari pergerakan khotbah, pergerakan Alkitab, dan
pergerakan kebangunan rohani.[10] Bukan lahir dari perbedaan dogma/ ajaran
(seperti Calvinis, dan Lutheran). John
Wesley sendiri sebagai bapak Methodist adalah seorang yang memegang Alkitab
sebagai bacaan utama, yang dikenal dengan istilah homo unius libri ( a man of
one book).[11]
Oleh karena itu dapat dipahami bahwa Alkitab
ditangan kanan adalah hal yang utama yang harus dipegang oleh warga gereja
methodist. Istilah Alkitab di tangan kanan lahir dari istilah motto John
Wesley bahwa dia berdoa untuk menjadi homo unius libri.
II.2. Mengapa
Disiplin di tangan kiri?
Mengacu kepada awal pergerakan Methodist yang
dipelopori John Wesley, factor kemajuan Methodist awal adalah bukan hanya pada
pergerakan khotbah, perrgerakan Alkitab, pergerakan kebangunan rohani, tetapi
juga peranan utama dalam peng-organisasi-an yang tersusun rapi dan kuat.
John Wesley mengembangkan sistem
pelayanannya yang terorganisir mulai dari : Class
metting (Kelompok Sel/ Cell Group),
Soceity (Cikal bakal jemaat lokal), Circuit (Cikal bakal konferensi resort),
Conference (cikal bakal konferensi
tahunan). Dan dalam hal jabatan jabatan
John Wesley mengatur demikian: Class
Leader (pemimpin cell group), Travelling
preacher (pendeta berpindah pindah), Districsuperintendet
(pimpinan distrik), Bishop.
Mengapa disiplin di tangan kiri? Karena disiplin
adalah rel/ rambu rambu bagi pelayanan di GMI. Disiplin disusun berdasarkan
proses atas kesepakatan bersama dalam konferensi agung yang melahirkan
disiplin, disiplin berasal dari petisi-petisi yang di susun oleh panitia
disiplin dan petisi tersebut di rumuskan, di bahas, di sah kan di konferensi
agung. Jadi disiplin bukan otoritasi dari hamba Tuhan, maupun dari jemaat,
tetapi berasal dari suara bersama warga GMI dan hamba Tuhan.
III.
AKIBAT DAN DAMPAK JIKA WARGA GMI
(hamba Tuhan, majelis khususnya) TIDAK MEMAHAMI AJARAN DAN TRADISI SERTA SISTEM GMI.
- Pemahaman yang ter-ombang-ambingkan (pendeta pun ada yang terombang-ambingkan).
- Jemaat yang tidak kuat dalam pondasi dan menghasilkan jemaat yang tidak setia terhadap gereja lokal (atau bahasa lazim nya tidak tertanam), dan akhirnya menghasilkan jemaat yang brsstatus anggota jemaat “GJJ”, jemaat mudah beralih gereja dll. (bahasa saya: nikmatilah makanan dirumah sendiri, baru setelah tau enak dan rasanya, silahkan menikmati dirumah orang lain, bahayanya kalau belum tau nikmatnya makanan sendiri, akhirnya betah di rumah orang lain)
- Gereja yang mengalami “krisis identitas” menghasilkan gereja yang hanya biasa biasa saja ‘stagnan”, atau gereja yang hanya meng copy paste ajaran luar tanpa diseleksi.
- Pelayanan akan biasa biasa saja. Tidak ada ciri khas dan warna yang patut dibanggakan. [12]
IV.
PENUTUP
Pembinaan
tentang tema diatas ini dengan waktu yang singkat sulit untuk mengupas keunikan, ke dalaman dan
identitas ajaran serta sistem Methodist. Tetapi diharapkan pembinaan awal ini
men stimulan kita untuk semakin belajar, bangga dan semakin
mendalami “rumah” kita, sehingga kita semakin tertanam dalam gereja kita Gereja
Methodist Indonesia. Tuhan Yesus memberkati.
Mei 2015,
GMI Jemaat Elim-P. Brayan
Oleh: GI. David Kandar
Email:
dave_kandar@yahoo.com
08136-409-5029
PIN BB : 7691D74B
www.daudkharisministry.blogspot.com
[1]
Matius 28:19-20
[2]
Ke dalam pembinaan jemaat, keluar penginjilan kepada orang terhilang unreach people
[3]
Richard
Daulay, Alkitab di tangan kanan, disiplin di tangan kiri ,
https://hatadame.wordpress.com/2013/07/26/alkitab-di-tangan-kanan/.
[4] Maka seharusnya tidak ada hamba Tuhan yang tidak ditempatkan, dan tidak
ada GMI manapun yang tidak ada penempatan hamba Tuhan Methodist. Dan tidak
diijinkan hamba Tuhan non-GMI yang menjadi Pendeta Methodist ditahbiskan secara
langsung tanpa proses (lulus dalam Theologia Wesley, Disiplin GMI, dan Sejarah
Methodist), karena berfungsi sebagai tugas ke-episkopos-an.
[5] Band. Disipiln GMI 2013 Bab IV, hal. 53
[6]
Djimanto Setiadji, Majelis gereja
yang melayani, (Yogyakarta; Taman pustaka Kristen, 2011), 7
[7]
Disiplin GMI 2013, pasal 18, poin 4, hal. 41)
[8]
Di usulkan sebaiknya diadakan juga pembinaan tentang ajaran Wesleyan,
karena ajaran ini memiliki keunikan tersendiri, seperti ajaran lain. (Band. Modul pengajaran “Wesleyan dan Calvisme,
bahan ajar katekisasi GMI JP Kana, 2014)
[9]
Krisis identitas, inilah yang dikatakan Richard Daulay, Mengenal Gereja Methodist Indonesia, (Jakarta,
BPK Gunung Mulia, 2004), 49. Jemaat GMI yang berlatar belakang suku Batak lebih
mudah untuk di berikan pemahaman akan episkopal karena lebih condong mereka
berlatar belakang dari Lutheran
sedangkan jemaat GMI yang berlatar belakang suku Tionghoa lebih condong kepada Persbiterian disebabkan pengaruh dari
gereja- gereja Calvinis. Dan bahkan akan lebih sulit menjelaskan pemahaman akan
ke-episkopal-an dalam GMI yang berlatar belakang suku Tionghoa, ditambah lagi
dengan sumber daya hamba Tuhan yang lebih banyak bersumber dari STT yang
berlatar belakang Calvinis. (Penulis sendiri dari awal melayani di GMI, berasal
dari GMI berlatar belakang suku Tionghoa-Post note).
[10][10] Pelajari awal mula gerakan Methodist
yang dipelopori John Wesley. Buku yang mudah untuk di dapat dan dibaca saya
sarankan : Robert L Tobing, John Wesley dan pokok-pokok pengajarannya,
(Medan: Cipta Sarana Mandiri, 2005).
[11] “I receive the written word as the whole and sole rule of my faith…..
From the very beginning, from the time that four young men united together,
each of them was homo unius libri… They had one, and only one, rule of
judgement with which to regard all their tempers, words and actions; namely,
the oracles of God.”
(Saya mengaminkan Firman yang
tertulis sebagai satu-satunya petunjuk bagi iman saya …. Dari sejak awal, sejak
empat orang muda bersekutu bersama, masing-masing adalah “manusia satu buku”…
Mereka punya satu, dan hanya satu, aturan dan patokan di atas mana segala
tingkah-laku, perkataan dan perbuatan mereka didasarkan, yaitu Firman Tuhan”.)
(John Wesley).
[12]
Saya miris jika mengamati jemaat gereja lain (aktivis, majelis,
pengurus), mereka bangga akan “warna” gereja nya, dan mereka “tertanam” dalam gerejanya. Ketika di amati ternyata mereka memiliki
figure yang berpengaruh dalam pengajarannya dan mereka mau diajar. Bagaimana
dengan warga gereja Methodist? (Kesaksian pribadi, ada pengurus gereja yang
John Wesley saja tidak tahu, ada pendeta yang dalam katekisasinya malah
mengajarkan warna lain, ada majelis yang distrik superintendent saja tidak tahu)
No comments:
Post a Comment