Khotbah,
Minggu 31 Agustus 2014; GMI KANA
- Pendahuluan
Orang percaya atau
anak-anak Tuhan dikatakan adalah orang yan beriman kepada Tuhan. Orang yang
memiliki kepercayaan penuh kepada Allah. Memang benar, karna dalam kehidupan
orang percaya iman memegang peranan penting sebagai suatu dasar atau pondasi
bagaimana kita percaya dan mengenal Allah kita. Iman sederhananya dapat
dipahami sebagai suatu kepercayaan akan kuasaNya, iman sederhananya adalah
percaya akan keselamatan yang diberikanNya, iman sederhananya adalah percaya
bahwa dalam kehidupan ini Allah telah menyediakan apa yang kita perlukan bahkan
melebih apa yang kita pikirkan atau kita doakan.
Karena kita juga mempercayai bahwa Allah
kita adalah alpha dan omega yang awal dan yang akhir, Dia yang mengetahui apa
yang kita perlukan. Inilah dasar kepercayaan atau iman kita.
Bahkan jelas Ibrani 11:1 (BACA) menuliskan
tentang iman, bahwa iman adalah sesuatu yang memang belum kelihatan tetapi kita
percaya bahwa itu sudah ada dan sudah disediakan.
Misalkan kita beriman bahwa kita akan di sembuhkan oleh Tuhan, maka
kita meyakini bahwa kesembuhan itu sudah Tuhan sediakan, dan kita tinggal
berharap kepadaNya. Atau ketika kita sedang dalam permasalah ekonomi, kita meyakini
bahwa Allah sanggup memberikan kepada kita jalan keluar dalam masalah
perekonomian kita, maka ini dikatakan bahwa kita beriman kepada Allah.
Tetapi bagaimana iman itu bisa menjadi
kenyataan dalam kehidupan kita, bagaimana iman itu bisa menjadi terwujud dalam
kehidupan kita, bagaimana iman itu menjadi suatu kuasa yang sangat besar dalam
kehidupan kita. Yaitu ketika kita memiliki penyerahan total kepada Allah.
Berserah penuh kepada Allah. Iman yang berserah penuh, tanpa meminta syarat
apapun kepada Allah, karena keyakinan bahwa Allah sanggup melakukan segala
sesuatu, bahkan melampaui pikiran dan kehendak kita.
Pertanyaannya apakah iman kita sudah
mencapai tahap iman yang berserah penuh kepada Allah? Iman yang tanpa
syarat?.......
- Isi
Dalam tema kita, adalah “Iman tanpa
syarat”, inilah yang akan kita renungkan, sudah kah kita memiliki iman yang
berserah penuh, tanpa syarat sama sekali kepada Allah. Ataukah iman kita justru
kebanyakan adalah iman yang “bersyarat”.
Contohnya iman yang bersyarat dalam
hidup orang percaya ,
kita sering berkata demikian :
A.
“Jika Allah sanggup memberikan kepada kita
kesembuhan, maka saya akan percaya sungguh kepada Allah”, atau
B “Jika Allah sanggup memberikan kepada saya
berkat, maka saya akan rajin ke gereja dan melayani Tuhan”, atau
C
“ Kalau Allah tidak bisa memberikan kepada saya jalan keluar dari masalah hidup
saya, maka saya akan murtad/ pindah agama”.
Ini
adalah iman yang bersyarat……..
Seringkali iman kita, adalah iman
bersyarat bukan?....Iman yang didasari oleh untung dan rugi, kalau saya
mendapatkan apa yang saya inginkan dari Tuhan, maka saya percaya Tuhan, kalau
saya disembuhkan dari penyakit saya maka saya akan rajin ke gereja, kalau saya
diberikan rejeki yang melimpah maka saya akan memberikan persembahan bagi Tuhan,
kalau saya memiliki ekonomi kehidupan yang mapan, maka saya akan sungguh-sungguh
melayani Tuhan. Bukan kah ini iman bersyarat yang didasari untung dan rugi,
kalau kita diuntungkan dalam hidup maka saya percaya Tuhan.
Pertanyaannya, bagaimana kalau sebaliknya,
“kalau Allah belum memberikan kepada saya kesembuhan, apakah saya masih beriman
Tuhan?”, “kalau saya belum diberikan rejeki yang melimpah, apakah saya masih
percaya dan beriman kepada Tuhan?”,
“kalau saya masih dalam keadaan ekonomi yang susah, apakah saya masih
bisa percaya / beriman kepada Tuhan?”.
Banyak orang mundur dari kepercayaan
kepada Tuhan, banyak orang yang akhirnya meninggalkan Tuhan, banyak orang yang
akhirya hilang dari gereja, karena mereka masih memiliki dasar iman percaya
yang didasari karna “IMAN YANG BERSYARAT”.
Sehingga ketika memiliki tantangan hidup,
ketika memiliki pergumulan ketika memiliki percobaan dalam hidup, mereka tidak
tahan dan akhirnya meninggalkan Tuhan.
Bapak ibu yang mengasihi Tuhan, bagaimanakah
iman tanpa syarat itu?
Dalam bacaan tadi Daniel 3:13-18, kita
akan belajar dari kisah ini tentang “Iman tanpa syarat”.
Dalam kisah ini dikisahkan tentang 3
tokoh Alkitab yaitu Sadrakh Mesakh dan Abednego. Sadrakh Mesakh dan Abednego
adalah 3 orang Israel dari keturunan suku Yehuda, yang kemudian bekerja di
Babel pada abad 6 sebelum masehi.
Mereka bertiga bersama Daniel dibawa
ke Babel karena Nebukadnezar bertitah kepada Aspenas, kepala istananya, untuk membawa beberapa orang
Israel, yang berasal dari keturunan raja dan dari kaum bangsawan, yakni
orang-orang muda yang tidak ada sesuatu cela, yang berperawakan baik, yang
memahami berbagai-bagai hikmat, berpengetahuan banyak dan yang mempunyai
pengertian tentang ilmu, yakni orang-orang yang cakap untuk bekerja dalam
istana raja, supaya mereka diajarkan tulisan dan bahasa orang Kasdim. Dan raja
menetapkan bagi mereka pelabur setiap hari dari santapan raja dan dari anggur
yang biasa diminumnya. Mereka harus dididik selama tiga tahun, dan sesudah itu
mereka harus bekerja pada raja.
Dalam peristiwa Daniel 3 dicatat bahwa Raja
Nebudkadnesar membuat patung, patung emas yang tingginya 60 hasta dan lebarnya
6 hasta yang didirikannya di dataran Dura di wilayah Babel, lalu menyuruh orang
mengumpulkan para wakil raja, para penguasa, para bupati, para penasihat
negara, para bendahara, para hakim, para ahli hukum dan semua kepala daerah,
untuk menghadiri pentahbisan patung yang telah didirikannya itu. Setelah mereka
semua berkumpul, berserulah seorang bentara dengan suara nyaring:
"Beginilah
dititahkan kepadamu, hai orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan
bahasa: demi kamu mendengar bunyi sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus,
serdam dan berbagai-bagai jenis bunyi-bunyian, maka haruslah kamu sujud
menyembah patung yang telah didirikan raja Nebukadnezar itu; siapa yang tidak
sujud menyembah, akan dicampakkan seketika itu juga ke dalam perapian yang
menyala-nyala!" Sebab itu demi segala bangsa mendengar bunyi-bunyian itu,
maka sujudlah mereka menyembah patung emas yang telah didirikan raja
Nebukadnezar itu.
Ketika perintah menyembah patung itu
dinyatakan, ada beberapa orang Kasdim yang melaporkan kepada Raja Nebudkadnesar
bahwa Sadrakh Mesakh dan Abednego tidak mau ikut menyembah patung yang dibuat
oleh Raja Nebudkadnesar. Maka Raja Nebudkadnesar menjadi geram dan marah, dan dalam ayat 13 Raja memerintahkan
memanggil Sadrakh, Mesakh dan Abednego, raja meminta penjelasan kepada
mereka bertiga apakah benar Sadrak,
Mesakh dan Abednego tidak mau menyembah patung emas yang didirikan
Raja?. Dan ternyata benar, maka Raja
menantang Sadrakh, Mesakh dan Abednego untuk menyembah patung tersebut dihadapan
Raja, jika tidak konsekuensinya adalah mereka bertiga dimasukkan ke dalam
perapian yang menyala-nyala.
Apa yang terjadi selanjutnya, mereka
bertiga tetap teguh imannya, dan tetap tidak mau menyembah patung yang
didirikan oleh Raja Nebudkadnesar. Dan cerita secara singkat kita tahu bahwa
akhirnya mereka dimasukkan ke dalam perapian yang menyala nyala tetapi mereka
tidak mengalami cedera terbakar dan ketiga orang itu menjadi selamat.
Apa yang alasan yang mendasari ketiga
orang itu, Sadrakh Mesakh dan Abednego tidak mau menyembah patung yang
didirikan Raja Nebudkadnesar dan rela dimasukkan ke dalam perapian yang
menyala-nyala? Karena mereka memiliki
Iman yang tanpa syarat. Iman yang tidak tergoyahkan, walau mereka mengalami
tantangan, bahkan tantangan kematian sekalipun karna ancaman bagi yang tidak
mau menyembah patung adalah hukumannya dimasukkan
ke dalam perapian yang menyala-nyala.
Iman tanpa syarat yang di dicatat dalam
ayat 16-18.
Dan 3:16
Lalu Sadrakh, Mesakh dan Abednego menjawab raja Nebukadnezar:
"Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini.
Dan 3:17
Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan
melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu,
ya raja;
Dan 3:18
tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa
kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang
tuanku dirikan itu."
- Aplikasi
Iman inilah yang dimiliki oleh
ketiga Sadrakh, Mesakh dan Abednego. IMAN
TANPA SYARAT.
IMAN TANPA
SYARAT yang berani melawan perintah Raja Nebudkadnesar, sehingga akhirnya
mereka bertiga tidak mau menyembah
patung raja (tidak menduakan Tuhan, dan tidak berkhianat kepada Allah).
IMAN TANPA
SYARAT yang membuat mereka tetap SETIA kepada TUHAN.
IMAN TANPA
SYARAT yang juga akhirnya membuat mereka dimasukkan ke dalam perapian yang
menyala-nyala.
IMAN TANPA
SYARAT yang juga akhirnya menyelamatkan mereka dari perapian yang menyala-
nyala.
IMAN TANPA
SYARAT yang juga akhirnya membuat Raja Nebudkadnesar percaya kepada Allah (Baca
ayat 28-29)
IMAN TANPA
SYARAT yang juga akhirnya membuat Sadrakh Mesakh dan Abednego diberkati Tuhan. (Baca ayat 30, akhirnya
ketiganya diberikan kedudukan yang tinggi di Kerajaan Babel.
YA, IMAN
TANPA SYARAT yang dimiliki Sadrakh, Mesakh dan Abednego, yang membuat mereka
bertiga tidak gentar walaupun dipaksa “menjadi TIDAK SETIA”, dengan dipaksa
menyembah patung, tetapi ketiganya tetap beriman dan setia dengan tidak mau
menyembah patung, yang membuat ketiganya
berada dalam bahaya terancam hidupnya karna hukuman “perapian yang menyala-nyala”,
tetapi IMAN TANPA SYARAT” juga yang akhirnya juga membuat ketiga BERKEMENANGAN.
IMAN TANPA SYARAT yang membuat ketiganya tidak mengalami cedera apapun walaupun
dimasukkan ke dalam perapian yang menyala-nyala. IMAN TANPA SYARAT juga yang
membuat mereka BERKEMENANGAN HIDUP.
PENUTUP
Bapak,Ibu
sdr/sdri, yang mengasihi Tuhan, dari peristiwa yang dialami Sadrakh, Mesakh dan
Abednego, telah membuktikan kepada kita, bahwa IMAN, KEPERCAYAAN yang tidak
goyah karna tantangan, membuat hidup ini berkemenangan.
Saat ini,
pergumulan apapun dalam hidup kita, mari kita MEMILIKI IMAN YANG TANPA SYARAT,
yang hanya PERCAYA walau belum mengalami. HANYA PERCAYA, bahwa Allah sanggup
membuat kita MENANG MENGHADAPI PERGUMULAN HIDUP INI.
MAKA
MILIKILAH IMAN YANG TANPA SAYARAT, IMAN YANG HANYA TUNDUK DAN TAKLUK KEPADA
KUASA ALLAH. IMAN YANG TIDAK MELIHAT UNTUNG DAN RUGI.
Tuhan
Yesus memberkati. (DL)
No comments:
Post a Comment